KEJAYAAN ISLAM PADA MASA
DAULAH BANI ABBASIYAH
disusun oleh Dedy wahyu sutrisno dan syamsul huda
A
PENDAHULUAN
Sejarah
tak ubahnya kacamata masa lalu yang menjadi pijakan dan langkah setiap insan di
masa mendatang. Hal ini berlaku pula bagi kita juga harus paham akan sejarah
peradaban islam di masa lalu untuk menganalisa dan mengambil manfaat dari setiap peristiwa yang pernah terjadi. Seperti
yang kita ketahui setelah tumbangnya kepemimpinan masa khulafaurrasyidin maka
berganti pula sistem pemerintahan Islam pada masa itu menjadi masa daulah, dan
dalam makalah ini akan menjelaskan sedikit tentang masa daulah Abbasiyah.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana masa kejayaaan daulah Abbasiyah?
2. Sistem apa saja yang ada dalam pemerintahan abbasiyah?
1. Bagaimana masa kejayaaan daulah Abbasiyah?
2. Sistem apa saja yang ada dalam pemerintahan abbasiyah?
C. PEMBAHASAN
Dengan tumbangnya
daulah Bani Umayyah maka keberadaan Daulah Bani Abbasiyah mendapatkan tempat
penerangan dalam masa kekhalifahan Islam saat itu, dimana daulah Abbasiyah in
sebelumnya telah menyusun dan menata kekuatan yang begitu rapi dan terencana.
Dan dalam makalah ini akan diurakan sedikit mengenai berdirinya masa
kekhalifahan Abbasiyah, sistem sosial politiknya, masa kejayaan dan prestasi
apa saja yang pernah diraih serta apa saja penyebab runtuhnya daulah Abbasiyah.
1.
Kejayaan Daulah Abbasiyah
Masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam.
Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu
pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat
peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di
dunai Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan baik
agama maupun non agama juga muncul pada masa ini. Pesatnya perkembangan
peradaban juga didukung oleh kemajua ekonomi imperium yang menjadi penghubung
dunua timur dan barat. Stabilitas politik yang relatif baik terutama pada masa
Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam pada masa khalifah Harun
ar-Rasyid ( 170- 193 H/ 78-809 M ).[1]
a. Gerakan
penerjemahan
Meski kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak Daulah
Umayyah, upaya untuk menerjemahkan dan menskrinsip berbahasa asing terutama
bahasa yunani dan Persia ke dalam bahasa arab mengalami masa keemasan pada masa
DaulahAbbasiyah. Para ilmuandiutus ke daeah Bizantium untuk mencari naskah-naskah
yunanidalam berbagai ilmu terutama filasafat dan kedokteran.
Pelopor gerakan penerjemahan pada awal pemerintahan
daulah Abbasiyah adalah Khalifah Al-Mansyur yang juga membangun Ibu kota
Baghdad[2]. Pada
awal penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi,
kimia dan kedokteran. Kemudian naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan
Plato juga diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yang banyak diterjemahkan
tentang ilmu-ilmu pragmatis seperti kedokteran. Naskah astronomi dan matematika
juga diterjemahkan namun, karya-karya berupa puisi, drama, cerpen dan sejarah
jarang diterjemakan karena bidang ini dianggap kurang bermanfa’at dan dalam hal
bahasa, arab sendiri perkembangan ilmu-ilmu ini sudah sangat maju.
Pada masa ini, ada yang namanya Baitul hikmah yaitu
perpustakaan yang berfungsi
sebagai pusat pengembagan ilmu pengetahuan. Pada masa harun ar-rasyid diganti
nama menjadi Khizanahal-Hikmah (Khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai
perpustakaan dan pusat penelitian. Pada masa al-ma’mun ia dikembangkan dan
diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah, yang dipergunakan secara lebih maju
yaitu sebagaitempatpenyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia,
Bizantium, dan bahkan dari Ethiopia danIndia. Direktur perpustakaannya seorang
nasionalis Persia, Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan Al-Ma’mun, lembaga ini
sebagai perpustakaan juga sebagai pusat kegiatan study dan riset astronomi dan
matematika.
b. Dalam
bidang filasafat
Pada masa ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan
yang sangat luas seperti logika, geometri, astronomi, dan juga teologia.
Beberapa tokoh yang lahir pada masa itu, termasuk diantaranya adalah Al-Kindi,
Al-farobi, Ibnu Sina dan juga Al-Ghazali yang kita kenal dengan julukan
Hujjatul Islam.
c. Perkembangan
Ekonomi
Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh
perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam industri sepertikain linen di Mesir,
sutra dari Syiria dan Irak, kertas dari Samarkand, serta berbagai produk
pertanian sepertigandum dari mesir dan kurma dari iraq. Hasil-hasil industri
dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyahdan
Negara lain.
Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini,
urbanisasi tak dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang
juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan
perekonomian Abbasiyah.
Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal
yang sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti
Tang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan perdagangan
antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.
d. Dalam
bidang Keagamaan
Di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah, ilmu-ilmu keagamaan
mulai dikembangkan. Dalam masa inilah ilmu metode tafsir juga mulai berkembang,
terutama dua metode penafsiran, aitu tafsir bir ra’i dan tafsir bil ma’tsur .
Dalam bidang hadits, pada masa ini hanya merupakan
penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada masa ini
pula dimulainya pengklasifikasian hadits, sehingga muncul yang namanya hadits
dhaif, maudlu’, shahih serta yang lainnya.
Sedangkan dalam bidang hukum Islam karya pertama yang diketahui adalah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M)yang berisi tentang fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakimagung yang pertama adalah Abu Hanifah (w.150/767).meskidiangap sebagai pendiri madzhab hanafi,karya-karyanya sendiri tidakada yang terselamatkan. Dua bukunya yang berjudul Fiqh alAkbar (terutama berisi artikel tentang keyakinan) dan Wasiyah Abi Hanifah berisi pemikiran-pemikirannya terselamatkankarena ditulis oleh para muridnya.
Sedangkan dalam bidang hukum Islam karya pertama yang diketahui adalah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M)yang berisi tentang fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakimagung yang pertama adalah Abu Hanifah (w.150/767).meskidiangap sebagai pendiri madzhab hanafi,karya-karyanya sendiri tidakada yang terselamatkan. Dua bukunya yang berjudul Fiqh alAkbar (terutama berisi artikel tentang keyakinan) dan Wasiyah Abi Hanifah berisi pemikiran-pemikirannya terselamatkankarena ditulis oleh para muridnya.
2. Sistem Politik, Pemerintahan dan Sosial
1. Sistem Politik dan Pemerintahan
Khalifah pertama Bani Abbasiyah, Abdul Abbas yang sekaligus dianggap sebagai pendiri Bani Abbas, menyebut dirinya dengan julukan Al-Saffah yang berarti Sang Penumpah Darah. Sedangkan Khalifah Abbasiyah kedua mengambil gelar Al-Mansur dan meletakkan dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah. Di bawah Abbasiyah, kekhalifahan berkembang sebagai system politik. Dinasti ini muncul dengan bantuan orang-orang Persia yang merasa bosan terhadap bani Umayyah di dalam masalah sosial ddan pilitik diskriminasi.[3] Khalifah-khalifah Abbasiyah yang memakai gelar ”Imam”, pemimpin masyarakat muslim bertujuan untuk menekankan arti keagamaan kekhalifahan. Abbasiyah mencontoh tradisi Umayyah di dalam mengumumkan lebih dari satu putra mahkota raja.
Al-Mansur dianggap sebagai pendiri kedua dari Dinasti Abbasiyah. Di masa pemerintahannya Baghdad dibagun menjadi ibu kota Dinasti Abbasiyah dan merupakan pusat perdagangan serta kebudayaan. Hingga Baghdad dianggap sebagai kota terpenting di dunia pada saat itu yang kaya akan ilmu pengetahuan dan kesenian. Hingga beberapa dekade kemudian dinasti Abbasiyah mencapai masa kejayaan.
Ada beberapa sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah, yaitu
a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sedangkan pejabat lainnya diambil dari kaum mawalli.
b. Kota Bagdad dijadikan sebagai ibu kota negara, ang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan ataupun kebudayaan serta terbuka untuk siapa saja, termasuk bangsa dan penganut agama lain.
c. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang mulia, yang penting dan sesuatu yang harus dikembangkan.
d. Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia.
1. Sistem Politik dan Pemerintahan
Khalifah pertama Bani Abbasiyah, Abdul Abbas yang sekaligus dianggap sebagai pendiri Bani Abbas, menyebut dirinya dengan julukan Al-Saffah yang berarti Sang Penumpah Darah. Sedangkan Khalifah Abbasiyah kedua mengambil gelar Al-Mansur dan meletakkan dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah. Di bawah Abbasiyah, kekhalifahan berkembang sebagai system politik. Dinasti ini muncul dengan bantuan orang-orang Persia yang merasa bosan terhadap bani Umayyah di dalam masalah sosial ddan pilitik diskriminasi.[3] Khalifah-khalifah Abbasiyah yang memakai gelar ”Imam”, pemimpin masyarakat muslim bertujuan untuk menekankan arti keagamaan kekhalifahan. Abbasiyah mencontoh tradisi Umayyah di dalam mengumumkan lebih dari satu putra mahkota raja.
Al-Mansur dianggap sebagai pendiri kedua dari Dinasti Abbasiyah. Di masa pemerintahannya Baghdad dibagun menjadi ibu kota Dinasti Abbasiyah dan merupakan pusat perdagangan serta kebudayaan. Hingga Baghdad dianggap sebagai kota terpenting di dunia pada saat itu yang kaya akan ilmu pengetahuan dan kesenian. Hingga beberapa dekade kemudian dinasti Abbasiyah mencapai masa kejayaan.
Ada beberapa sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah, yaitu
a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sedangkan pejabat lainnya diambil dari kaum mawalli.
b. Kota Bagdad dijadikan sebagai ibu kota negara, ang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan ataupun kebudayaan serta terbuka untuk siapa saja, termasuk bangsa dan penganut agama lain.
c. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang mulia, yang penting dan sesuatu yang harus dikembangkan.
d. Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia.
2. Sistem Sosial
Pada masa ini, sistem sosial adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa Dinasti Umaiyah). Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang sangat mencolok, yaitu
a. Tampilnya kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama dalam kedudukan sosial
b. Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa ang berbeda-bed (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.)
c. Perkawina campur yang melahirkan darah campuran
d. Terjadinya pertukaran pendapat, sehingga muncul kebudayaan baru .
Pada masa ini, sistem sosial adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa Dinasti Umaiyah). Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang sangat mencolok, yaitu
a. Tampilnya kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama dalam kedudukan sosial
b. Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa ang berbeda-bed (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.)
c. Perkawina campur yang melahirkan darah campuran
d. Terjadinya pertukaran pendapat, sehingga muncul kebudayaan baru .
Kesimpulan
Dinamakan khilafah bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah keturunan al Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas.
Dinamakan khilafah bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah keturunan al Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas.
Berdirinya Dinasti ini tidak terlepas
dari keamburadulan Dinasti sebelumny, dinasti Umaiyah.Pada mulanya ibu kota
negera adalah al-Hasyimiyah dekat kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan
menjaga setabilitas Negara al-Mansyur memindahkan ibu kota Negara ke Bagdad.
Dengan demikian pusat pemerintahan dinasti Abasiyah
berada di tengah-tengah bangsa Persia. Al-Mansyur melakukan konsolidasi dan
penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki
jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif.
Puncak perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas penguasa Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan misalnya di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Namun lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abas dengan berdirinya perpustakaan dan akademi.
Pada beberapa dekade terakhir, daulah Abbasiyah mulai mengalami kemunduran, terutama dalam bidang politiknya, dan akhirnya membawanya pada perpecahan yang menjadi akhir sejarah daulah abbasiyah.
Puncak perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas penguasa Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan misalnya di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Namun lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abas dengan berdirinya perpustakaan dan akademi.
Pada beberapa dekade terakhir, daulah Abbasiyah mulai mengalami kemunduran, terutama dalam bidang politiknya, dan akhirnya membawanya pada perpecahan yang menjadi akhir sejarah daulah abbasiyah.
PENUTUP
Makalah yang bisa kami buat hanya sebatas
ini, kekurangan dan kesalahan baik dalam penulisan maupun pembahasannya akan
selalu ada. Kritik dan saran sangat kami harapkan supaya ada kemajuan pada makalah-makalah
selanjutnya dan semoga makalah ini bermanfaat. Amiin
REFERENSI
1. Joesoef sou’yb,sejarah
daulat abbasiyah 1,bulan bintang,1977,Jakarta
3. Ali mufrodi,islam
dikawasan kebudayaan arab,logos wacana ilmu,1997,Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar