Kamis, 14 Februari 2013

makalah riba


PENGERTIAN, MACAM-MACAM, SEBAB-SEBAB KEHARAMANNYA dan DAMPAK RIBA

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Pendahuluan
Sejak 1960 an pengharaman riba (bunga atau rente ) telah menjadi salah satu isu yang paling banyak didiskusikan dikalangan muslim. Keadilan,sosio, ekonomi salah satu cirri yang menonjol dari suatu masyarakat islam, diharapkan menjadi suatu jalan hidup ( way of live ) dan bukan sebagai fenomena yang terisolasi. Semangat ini harus menembus interaksi manusia,social,ekonomi,dan politik. Ini adalah konsekuensi dari baik persepsi bahwa bunga bank adalahriba, maupun karena sifat dominant dari bunga dari system perbankan saat ini.
Ada 2 pandangan utama mengenai riba, banyak muslim yang percaya bahwa interpretasi seperti yang terdapat dalam fiqih (hokum islam ) adalah interpretasi yang tepat dan karenanya harus diikuti. Interpretasi ini mengandaikan bahwa setiap tambahan yang ditetapkan dalam suatu transaksi pinjaman melebihi dan diatas pokok pinjaman adalah riba. Dan diantara ajaran islam yang paling untk menegakkan keadilan dan membatasi eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah pelarangan semua bentuk upaya “memperkya diri” secara tidaksah ( aql amwal al-nas bi al-batil ). Al-Qur’an dengan tegas memerintahkan kaum muslimin untuk tidak dibenarkan (Al-Baqarah 180 dan An-Nisaa’ 29, juga lihat An-Nisaa’ 161 dan At-Taubah 34 ). Salah satu sumber penghasilanpenting yang tidak dapat dibenarkan adalah menerima keuntungan yang dalam suatu transaksi bisnis tanpa memberikan imbalan. Riba sdalam system islam merupakan sumber penghasilan yang tidak dapat dibenarkan.

B.       RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan Riba?
2.      Apa saja macam-macam Riba?
3.      Apa yang menyebabkan keharaman dari riba?
4.      Bagaimana dampak yang terjadi akibat Riba?
5.      Bagaimana pandangan islam tentang pratik Riba?
                                                                                                           
BAB II
PEMBAHASAN

1.        Pengertian Riba
Setelah mengetahui penilaian buruk Al-Qur’an dan Sunnah terhdap riba, kiranya penting untuk memperjelas apa yang dimaksud dengan riba.[1] Secara bahasa atau harfiah berarti penambahan, pengembangan, atau pertumbuhan, dan berlebihan atau menggelembung. Definisi dari keterangan diatas yaitu:
a.    Bertambah ( اَلزِّيَادَةُ ) karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangakan.
b.    Berkembang, berbunga ( اَلنَّامُ ) karena salah satu perbuatan riba adalah membungakan harta, uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain.[2]
c.    Berlebihan atau menggelembung, kata- kata ini berasal dari firman Allah swt.
( $uZø9tRr& $ygøŠn=tæ uä!$yJø9$# ôN¨tI÷d$# ôMt/uur )
Artinya : “Bumi jadi subur dan gambur (Al-Hajj : 5)
Meskipun demikian , ini tidak berarti semua peningkatan atau pertumbuhan yang telah dilarang oleh islam.
Sedangkan menurut istilah yang dimaksud riba menurut Al-Mali, yaitu :
عَقْدٌ وَقِعٌ عَلى عِوَضٍ مَخصُوصٍ غيرَ معلومٍ التماثلِِ فِي محيارِ الشرع حالة العقد او مع تأخير في البد لين او احدهما
“Akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui penimbangannya menurut ukuran syara’ ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya.”
Dalam syari’ah secara teknis, riba mengacu pada premi yang harus dibayar oleh peminjam kepada pemberi pinjaman lain untukpenagguhan. Sejalan dengan hal ini, riba mempunyai pengertian yang sama yaitu sebagai bunga, sesuai dengan consensus seluruh para fuqaha (ahli hokum islam) tanpa terkecuali.
Menurut Abdurrahman al-Jaiziri mengatakan bahwa riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahi sama, atau tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya.
      Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Abduh berpendapat bahwa yang dimaksud dengan riba adalah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjamhartanya (uangnya) karena pengunduran janji pembayaran leh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
      Menurut Terminologi ulama fiqih mendefinisikannya sebagaiberikut :
a.     Ulama Hanabilah
اَالزِيادةُ فِى اَشياءَ مَخصُوصٍ
Artinya: “Pertambahan sesuatu yang dikhususkan”
b.    Ulama Hanafiyah
فَصلُ مالٍ بِلاَ عَوضٍ فِى مُعاوضةِ مالٍ بمالٍ
Artinya: ”Tambahan pada harta pengganti dalam pertukaran harta dengan harta”
2. Macam-macam Riba
            Menurut Ibn al-Jauziyahdalam kitab I’Iam al-Muwaqi’in “an Rab al-‘Alamin riba dibagi menjadi 2 bagian yaitu riba jali dan riba khafi. Riba jail sama dengan riba nasi’ah dan riba khafi merupakan jalan yang menyampaikan kepada riba jail.[3]
            Al-Qur’an menyatakan:
öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& Ÿw šcqßJÎ=ôàs? Ÿwur šcqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ
Maka hak bagimu ialah sebanyak pokokmu yang semula kamu tak boleh menganiaya dan dianiaya (Al-Baqarah : 279)

v    Riba Fadhl
Menurut ulama Hanafiyah riba fadhl adalah
زِيادةُ عينَ مالٍ فى عقدِ بيعٍ علَى المعيارِ الشرعيّ عند اتحادِ الجِنسِ
Artinya: “Tambahan zat harta pada akad jual-beli yang diukur dan sejenis.”
      Dengan kata lain riba fadhl adalah jual beliyang mengandung unsure riba pada barang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda tersebut.
v    Riba Nasi’ah
Menurut ulama haHanafiyah riba nasi’ah adalah
فََضلُ الحلول علَى الاجَلِ وفضل العينَ الدينِ فى المِكيَلينِ او المَوزونَينِ  عندَ اِختلافِ الجنسِ اوِ غيرِ المكيلين او الموزونينِ عندَ اتحادِ الجنسِ
Artinya:”Memberikan kelebihan terhadap pembayaran dari yang ditangguhkan, memberikan kelebihan pada benda disbanding hutang pada benda yang ditakar atau ditimbang yang berbeda jenis atau selain dengan yang ditakar dan ditimbang sama jenisnya”
      Riba Nasi’ah adalah riba yang pembayarannya atau penukarannya berlipat gnda kaena waktunya diundurkan, edangkan riba fadhl semat-mata berlebihan pembayarannya, baik sedikit maupun banyak[4].
      Riba Jali dan riba Khafi yang dijelaskan oleh Ibn Qoyyim al-Jauziyah diatas juga dujelaskan pula bahwa menurut beliau riba Jali adalah riba yang nyata bahaya dan mudaratnya, sedangakan riba Nasi’ah dan riba Khafi adalah riba yang tersembunyi bahay dan mudaratnya. Inilah yang disebut riba Fadli yang besar kemungkinan membawa pada riba Nasi’ah.
      Selanjutnya Ibn Qoyyim menyatakan dilarang berpisah dalam perkara tukar menukar sebelum ada timbang terima. Menurut Sulaiman Rasyid 2 orang yang bertukar barang atau jual beli berpisah sebelum timbang terima disebut riba Yad.
      Menurut Ibn Qoyyim perpisahan 2 orang yang melakukan jual beli sebelum serah terima mengakibatkan perbuatan tersebut menjadi riba.
      Riba Qardhi sama dengan riba Fadli hanya riba Fadli kelebihannya terjadi ketika Qardli berkaitan dengan waktu yang diundurkan
      Menurut sebagian ulama riba dibagi menjadi 4 macam, yaitu:
1)      Riba Fadli yaitu nilai tambah atau kentungan yang didapat dari adanya transaksi jual beli barang yang sejenis dengan kuantitas atau jumlah yang berbeda.
Contoh: saling tukar emas, gandum denan gandum, beras dengan beras yang semua itu kualitasnya sama namun kuantitasnya berbeda.
2)      Riba Qardhi yaitu nilai tambah atau keuntungan yang diambil oleh pemberi hutang kepada yang berhutang dari transaksi pinjam meminjam.
Contohnya: menarik bunga tinggi dari pinjaman uang.:
3)      Riba Yad yaitu mengambil keuntungan atau nilai lebih leh pelaku jual beli dimana keduanya berpisah dari majlis jual beli sebelum larangan diserahterimakan.[5]
4)      Riba Nasa’ yaitu nilaitambah atau keuntungan yang diambil oleh pemberi hutang kepada penghutang karena memperhitungkan keterlambatan waktu bayar, sehingga dalam jual beli menetapkan harga dua macam harga secara bayar kontan atau dengan kredit.
Juga menurut sebagian ulama dibagi 3 macam, yaitu:[6]
1)                  Riba Fadli yaitu jual beli yang disertai adanya tambahan salah satu pengganti (penukar) dari yang lainnya.
2)                  Riba Nasa’ yaitu jual beli yang pembayarannya diakhirkan tetapi ditambahkan harganya.
3)                  Riba Yad yaitu jual beli dengan mengakhirkan penyerahan (al-qabdu) yakni bercerai beraiantara dua orang yang akad sebelum timbang terima.
Menurut Ibn Hajra al-Makki riba Nasi’ah merupakan riba termasyhur dikalangan Jahiliyah.
            Ibn Abbas, Usamah Ibn Jaid Arqam, Jubair, Ibn Jabir dan lain0lain berpendapat bahwa riba yang diharamkan hanyalah riba nasi’ah. Pendapat ini didasarkan pada hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Rasullah saw bersabda:
لاَ رِبَا الاّ فىِ النسِيْئَةِ
Artinya:” Tidak ada riba kecuali pada riba Nasi’ah”
            Tetapi lainnya menentang pendapat tersebut dan memberikan dalil-dalil yang menetapkan riba Fadhl, sedangkan tabi’i sepakat tentang haramnya kedua riba tersebut dan perbeda pendapat pun hilang.

3. Sebab-sebab Keharaman Riba
Sebab-sebab riba diharamkan ada banyak. Riba diharamkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’. Berikut ini rincian sebab-sebab tersebut:[7]
Ø    Al-Qur’an
¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$#
Artinya: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”(Al-Baqarah 275)
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$# $Zÿ»yèôÊr& Zpxÿy軟ÒB ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÌÉÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan harta riba secara berlipatganda dan takutlah Allah mudah-mudahan kamu menang (Ali-Imron 130)
ãNÏdÉ÷{r&ur (#4qt/Ìh9$# ôs%ur (#qåkçX çm÷Ztã
Artinya: “Dan disebsbkan mereka memakan riba. Kami haramkan kepada mereka untuk mengambil, maemakan dan memaafkan barang riba” (An-Nisa’ 161)
ß,ysôJtƒ ª!$# (#4qt/Ìh9$# Î/öãƒur ÏM»s%y¢Á9$# 3 ª!$#ur Ÿw =Åsム¨@ä. A$¤ÿx. ?LìÏOr& ÇËÐÏÈ
Artinya: “Allah mengahpuskan berkah harta riba dan menyuburkan harta shadaqoh (Al-Baqaroh 276)
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsŒur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsŒù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& Ÿw šcqßJÎ=ôàs? Ÿwur šcqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman , bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba( yang belum dipungut )jika kamu orang-orang beriman.Jika kamu tidak mengerjakan ( meninggalkan sisa riba ) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat ( dari pengambilan riba ) maka bagimu pokok hartamu kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (Al-Baqaroh 278-279 )
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷ŽzÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# Ÿxsù (#qç/ötƒ yYÏã «!$# (
Artinya: “Dan sesuatu riba ( tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba tidak akan menambah disis Allah” (Al-Rum 39 )

Ø    As-Sunnah
حديث بن  ابى هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال اجتنبوا السبع موبقات. قالوا : يا رسول الله وما هنّ ؟ قال : الشرك بالله وسحر وقتل النفس التي حرالله الاّ بالجق واكل الربا و اكل مال اليتيم والتولّ يوم الزحف وقذ ف المخصنات المؤمنات الغافلات. (رواه البخاري)  
Artinya: “Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi saw bersabda,”Tinggalkanlah tujuh dosa yang dapat membinasakan.”Sahabat bertanya,”Apakah itu, ya Rasullah?’ Jawab Nabi, (1) Syirik (mempersekutukan Allah),(2) Berbuat sihir (tenung),(3) Membunuh jiwa yang diharamkan Allahkecuali yang hak (4) Makan harta riba (5) Makan harta anak yatim (6) Melarikan diridari perang jihad pada saat berjuang (7) Menuduh wannita mukminat yang sopan (berkeluarga) dengan tuduhan zina” (HR. Bukhari )
روي عن ابن مسعود رضي الله عنه قال : لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم اكل الربا وموكله وشاهده وكاتبه (رواه ابوداود  وغيره)
Artinya: “Diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud r.a. bahwa Rasullahsaw telah melaknat pemakan riba yang mewakilinya, sansiny, dan penulisnya”(HR. Dawud dan lain-lain )
درهم ربايأ كله الرجل وهو يعلم اشد ستّ ثلاثين زينة (رواه احمد)
Artinya: “Satu dirham uang yang dimakan seseorang sedangkan orang tersebut mengetahuinya, dosa perbuatan tersebut lebih berat daripada dosa enam puluh kali zina” (Riwayat Ahmad)
 الرّبا اثنان و ستّون بابا ارناها الذي يقع على امه (رواه ابن جارير)
Artinya: “Riba memiliki enam puluh pintu dosa yang paling ringan dari riba ialah seperti dosa yang berzina dengan ibunya” (HR. Ibn Jarir)
اذا علموا ذلك ملعون على لسان محمد صلى الله عليه وسلم يوم القيامة (رواه النسائي)
Artinya: “Rasullah saw melaknat pemakan riba dua saksinya dua penulisnya jika mereka tau yang demekian , mereka dilaknat lida Muhammad saw pada hari kiamat” (HR. Nasai)[8]
اَلذّهبُ بالذّهبِ وزْناً بوزن مثلاً بمثلٍ والفصة بالفصة وزنا بوزن مثلاً بمثلٍ (رواه احمد)
Artinya: “Mas dengan mas sama berat, sebanding dengan perak, sama berat dan sabanding” (HR. Ahmad)
الطعام بالطعام مثلا بمثل (رواه احمد)
Artinya: “Mkanan dengan makanan yang sebanding” (HR. Ahmad)
انّ ابن عبّاس قال : ما كان الربا فيها وهات (رواه احمد)
Ibnu Abbas berkata: “tak ada riba sesuatu yang dibayar tunai” (HR.Ahmad)
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم انّما الربا فى النسيئة (رواه البخار)
Artinya: “Tak riba kecuali pinjaman (nasi’ah)” (HR.Al-Bukhari)


Ø    Ijma’
Seluruh ulama sepakat bahwa riba diharamkan dalam islam
*                  Karena riba menghendaki pengambilan harta orang lain dengan tidak ada imbangannya, seperti seseorang menukarkan uang kertas 10.000 dengan uang recehan senilai 9.950 maka uang yang senilai 50 tidak ada imbangannya , maka uang senilai 50 adalah riba.[9]
*                  Dengan melakukan riba orang tersebut menjadi malas berusaha yang sah menurut syara’. Jika riba sudah mendarah daging pada seseorang maka orang tersebut lebih suka berternak uang karena ternak uang akan mendapatkan keuntungan yanglebih besar daripada dagang dan dikerjakan tidak dengan susah payah. Seperti orang yang memiliki uang 1.000.000.000 cukup disimpan di bank dan ia memperoleh bunga sebesar 2% tiap bulan, maka orang tersebut memperoleh uang tanpa kerja keras setiap bulan dari bank tempat uang disimpan sebssar 20.000.000
*                  Riba menyebabkan putusnya perbuatan baik terhadap sesame manusia dengan cara utang piutang atau menghilangkan faedah utanga piutang sehingga riba lebih cenderung memeras orang miskin daripada menolong orang miskin.

4.Dampak- Dampak dari Riba
Jika seseorang menjual benda yang mungkin mendatangkan riba menurut jenisnya seperti seseorang menjual salah satu dari 2 macam mata uang, yaitu mas dan perak dengan yang sejenis atau bahan makanan seperti beras, gabah dengan gabah dan yang lainnya, maka disyaratkan:[10]
1)                  Sama nilainya
2)                  Sama ukurannya menurut syara baik timbangannya, takaran-takarannya maupun ukurannya
3)                  Sama-sama tunai (taqabuth) di majelis akad
Dampak perbedaan pendapat ulama menyebabkan adanya beberapa perbedaan lainnya, yaitu:
1)      Berkaitan dengan riba Fadhl
Ulama Hanafiyah membolehkan adanya tambahan pada makanan yang tidak ditimbang sebab tidak ada ilat riba, yaitu timbangan . Menurut ulama Syfi’iyah halitu tidak boleh sebab meskipun tidak ditimbang, tetap termasuk jenis makanan.
Sesuatu yang tidak termasuk makanan, tetapi ditimbang atau diukur, menurut ulama Hanafiyah tidak boleh adanya tambahan sedangkan menurut ulama Syafi’iyah dibolehkan sebab bukan termasuk makanan.
2)      Berkaitan dengan jenis
Para ulama berbeda pendapat tentang jual beli yang berkaitan dengan jenis, yaitu:
a)      Jual beli tepung dengan sejenisnya
Tentang jual beli dan sejenisnya seperti tepung gandum dengan gandum, ulama Hanafiyah dan Hanabilah membolehkannay, sedngkan ulama Malikiyah dan Syafi’iyah melarangnya.
b)      Jual beli dengan hewan
Imam Abu Hanafiah dan Abu Yusuf membolehkan jual beli daging yang dapat dimakan dengan hewan sejenisnya sebab sama dengan menjual sesuatu yang ditimbang dengan sesuatu yang tidak ditimbang.
Ulama Malikiyah, Hanabilah, dan Syafi’yah melarangnya seperti menjual daging kambing dengan kambing, seba Rasullah saw. Sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan Balhaqi melarang jual beli sesuatu yang masih hidup dengan sesuatu yang sedang mati.
Dampak Riba pada Ekonomi
Kini riba yang dipinjamkan merupakan ases pengembangan harta pada perusahaan-perusahaan. Berarti memusatkan harta pada penguasaan para hartawan, padahal mereka hanya merupakan sebagiab kecil dari seluruh anggota masyarakat, daya beli mereka pada hasil-hasil produksi juga kecil. Pada waktu yang bersamaan, pendapatan kaum buruh yang berupa upah atauyang lainnya juga kecil. Maka, daya beli masyarakat kecil pula.
Hal ini merupakan masalah penting dalam ekonomi yaitu siklus-siklus ekonomi. Siklus ekonomi yang berulang terjadi disebut krisis ekonomi. Pra ahli ekonomi mengatakan bahwa penyebab utama krisis ekonomi adalah bunga yang dibayar sat pinjaman modal atau biasa disebut dengan riba.[11]
Riba dapat menimbulkan over produksi. Riba membuat daya beli sebagian besar masyarakat lemah sehingga persediaan jasa dan barang semakin tetimbun, akibatnya perusahaan macet karena produkisinya tidak laku dan akhirnya perusahaan mengurangi tenaga kerja untuk menghindari kerugian yang lebih besar, dan mengakibatkan adanya sekian jumlah pengangguran..
:Dampak adanya riba ditengah –tengah masyrakat tidak saja berpengaruh dalam kehidupan ekonomi, tetapi dalam kehidupan manusia juga, yaitu:
1.        Riba dapat menimbulkan permusuhan antara pribadi dan mengurangi semangat kerja sama atau saling menolong sesame manusia.Denagn mengenakantambahan kepad peminjam akan menimulkan perasan bahwa peminjam tidak tau kesulitan dan tidak mau kesulitn orang lain.
2.        Menimbulkan tumbuhnya mental pemboros dan pemalas. Dengan membungakan uang, kreditur bisa mendapatkan tambahan penghasilan dan waktu ke waktu. Keadaan ini menimmbulkan anggaran bahwa dalam janka waktu yang tidak terbatas ia mendapatkan tambahan pendapatan rutin, sehingga menurunkan dinamisasi, inovasi dan kreativitas dalam bekerja.
3.        Riba merupakan salah satu bentuk penjajahan. Kreditur yang meminjamkan modal dengan menuntut pembayaran lebih kepada peminjam dengn nilai yang telah disepakati bersama, menjadikan kreditur mempunyai legitimasi untuk melakukan tindakan-tindakan yag tidak baik untuk menuntut kesepakatan tersebut. Karena kesepakatan kreditur telah memperhitungkan keuntungan yang diperoleh dari kelebihan yang akan diperoleh, dan itu sebenarnya berupa pengharapan dan belum terwujud.
4.        Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Bagi orang yang memiliki pendapatan lebih akan banyak mempunyai kesempatan untuk menaikkan pendapatannya dengan membungakan pinjaman pada orang lain. Sedangkan bagi yang mempunyai pendapatan kecil tidak hnya kesulitan dalam membayar cicilan utang tetapi harus memikirkan bunga yang akan dibayarkan.
5.        Tingkat bunga tinggi menurunkan minat untuk berinvestasi. Investor akan memperhitungkan besarnya harga pinjaman atau bunga bank. Investor tidak mau menanggung biaya produksi yang tinggiyang diakibatkan biaya bunga dengan mengurangi produksinya. Bila hal ini terjadi maka akan mengurangi kesempatan kerja dan pendapatan sehingga akan menghambat pertumbuhan ekonomi.[12]

5. Pandangan Islam Tentang Pratik Riba
Dalam muktamar ulama islam yang diselenggarakan pada bulan Muharram 1258 H (Mei 1965) di Aula Majma’ul Buhuts Al Islamiyah di Al Azhar Asy Syarif dan dihadiri oleh pakar hokum, ekonomi, social dari berbagai Negara.
Keputusan menyangkut Riba yatu:
1.      Keuntungan dari berbagai pinjaman adalah riba yang diharamkannya. Dalam hal ini tidak ada bedanya antara apa yang dinamakan pinjaman produksi karena nash Al-Qur’an dan Sunnah skeseluruhan telah menetapkan haramnya keuntungan dari kedua jenis pinjaman tersebut.
2.      Pemberian pinjaman dengan riba hukumnya haram dan tidak bisa dibenarkan karena hajat atau keterpaksaan seseorang. Penerimaan pinjaman dengan riba hukumnya juga haram dan tidak bisa terangkat dosanya, kecuali bila ia didorong oleh keterpaksaan dan setiap orang diserahkan kepada keimanannya dalam manilai keterpaksaannya itu.
3.      Pratik bank berupa rekening berjalan, tukar menukar cek, kart kredit, cambiale dalam negri semuanya tergolong yang dibenarkan. Pungutan apapun sebagai jasa atas pekerjaannya tidak termasuk riba.
4.      Semua rekening berjalan dan surat kredit dengan keuntungan dan berbagai bentuk rupa pinjaman dengan imbalan keuntungan ( bunga) merupakan pratik riba.[13]
BAB III
KESIMPULAN dan PENUTUP

A.Kesimpulan
Alasan pokok mengapa Al-Qur’an menyampaikan penilaian keras terhadap bunga yaitu bahwa islam ingin menegakkan suatu keadilan dan membatasi eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah pelarangan semua bentuk upaya “memperkaya diri” secara tidak sah.
Sejalan dengan hal ini riba mempunyai pengertian yang sama yaitu sebagai bunga. Didalam syari’ah riba digunakan untuk dua pengertian yaitu riba nasi’ah dan riba fadhl.Dan menurut sebagian ulama riba dibagi menjadi 4 macam yaitu fadli, qardhi, yad, nasa’. Juga menurut sebagian ulama yang lain dibagi menjadi 3 macam yaitu fadli, nasa’ dan yad kaena riba qardhi dikategorikan pada riba nasa’.
Dalam pelarangan riba sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma. Selain itu riba juga mempunyai beberapa dampak yang merugikan masyarakat, misalnya dampak pada ekonomi maka dari itu kita harus menghindari yang namanya riba karena bisa menyesatkan bagi diri kita sendiri dan orang lain.

            B. PENUTUP
            Demikian makalah ini yang dapat penulis sajikan. Semoga pembahasan yang ada dapat bermanfaat serta menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca. Apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahn dan kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Saran dan kritik senantiasa penulis harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya.






DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Saeed,Menyoal Bank Syari’ah, Para Madina, Yogya
Rohmat Syafei, Fiqih Muamalah,Pustaka Setia, Bandung
M.Umar Chapra, Al-Qur’an Menuju Sistem Moneter yang Adiledisi leset,Dana Bhakti Prima Yasa, Yogya
Abd. Rochim,Fiqih,CV GANI & SDN, 2004
Abdul Ghafur Anshari, Gadai Syari’ah di Indinesia, Gajah Mada University, Press, 2006
Sulaiman Rasyid, dalam Fiqh Islam, Attahiriyah, Jakarta, 1976
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi,
EKONISIA, Yogya, 2003



[1] M.Umar Chapra, Al-Qur’an Menuju Sistem Moneter yang Adiledisi leset,Dana Bhakti Prima Yasa, Yogya hal 27
[2] Rohmat Syafei, Fiqih Muamalah,Pustaka Setia, Bandung hal 57

[3] Rohmat Syafei, Fiqih Muamalah,Pustaka Setia, Bandung hal 61


[4] Rohmat Syafei, Fiqih Muamalah,Pustaka Setia, Bandung hal 62

[5] Abd. Rochim,Fiqih,CV GANI & SDN, 2004 hal 108
[6] Sulaiman Rasyid, dalam Fiqh Islam, Attahiriyah, Jakarta, 1976 hal 279

[7] Rohmat Syafei, Fiqih Muamalah,Pustaka Setia, Bandung hal 58-59
[8] Ibid hal 60
[9] Ibid hal 61
[10] Ibid hal 63
[11] Ibid hal 65
[12] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi, EKONISIA, Yogya, 2003 hal 21-22
[13] Abdul Ghafur Anshari, Gadai Syari’ah di Indinesia, Gajah Mada University, Press, 2006 hal 74-75

Tidak ada komentar:

Posting Komentar