PENGERTIAN, MACAM-MACAM, SEBAB-SEBAB
KEHARAMANNYA dan DAMPAK RIBA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Sejak 1960 an pengharaman riba (bunga atau rente )
telah menjadi salah satu isu yang paling banyak didiskusikan dikalangan muslim.
Keadilan,sosio, ekonomi salah satu cirri yang menonjol dari suatu masyarakat
islam, diharapkan menjadi suatu jalan hidup ( way of live ) dan bukan sebagai
fenomena yang terisolasi. Semangat ini harus menembus interaksi
manusia,social,ekonomi,dan politik. Ini adalah konsekuensi dari baik persepsi
bahwa bunga bank adalahriba, maupun karena sifat dominant dari bunga dari
system perbankan saat ini.
Ada
2 pandangan utama mengenai riba, banyak muslim yang percaya bahwa interpretasi
seperti yang terdapat dalam fiqih (hokum islam ) adalah interpretasi yang tepat
dan karenanya harus diikuti. Interpretasi ini mengandaikan bahwa setiap
tambahan yang ditetapkan dalam suatu transaksi pinjaman melebihi dan diatas
pokok pinjaman adalah riba. Dan diantara ajaran islam yang paling untk
menegakkan keadilan dan membatasi eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah
pelarangan semua bentuk upaya “memperkya diri” secara tidaksah ( aql amwal
al-nas bi al-batil ). Al-Qur’an dengan tegas memerintahkan kaum muslimin untuk
tidak dibenarkan (Al-Baqarah 180 dan An-Nisaa’ 29, juga lihat An-Nisaa’ 161 dan
At-Taubah 34 ). Salah satu sumber penghasilanpenting yang tidak dapat
dibenarkan adalah menerima keuntungan yang dalam suatu transaksi bisnis tanpa
memberikan imbalan. Riba sdalam system islam merupakan sumber penghasilan yang
tidak dapat dibenarkan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan Riba?
2.
Apa saja macam-macam Riba?
3.
Apa yang menyebabkan keharaman
dari riba?
4.
Bagaimana dampak yang terjadi akibat
Riba?
5.
Bagaimana pandangan islam tentang
pratik Riba?
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Riba
Setelah mengetahui penilaian buruk Al-Qur’an dan
Sunnah terhdap riba, kiranya penting untuk memperjelas apa yang dimaksud dengan
riba.[1]
Secara bahasa atau harfiah berarti penambahan, pengembangan, atau pertumbuhan,
dan berlebihan atau menggelembung. Definisi dari keterangan diatas yaitu:
a.
Bertambah ( اَلزِّيَادَةُ ) karena salah satu perbuatan riba adalah
meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangakan.
b.
Berkembang, berbunga ( اَلنَّامُ ) karena salah satu perbuatan riba adalah
membungakan harta, uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain.[2]
c.
Berlebihan atau menggelembung,
kata- kata ini berasal dari firman Allah swt.
( $uZø9tRr& $ygøn=tæ uä!$yJø9$# ôN¨tI÷d$# ôMt/uur )
Artinya : “Bumi jadi subur dan gambur (Al-Hajj : 5)
Meskipun demikian , ini tidak berarti semua
peningkatan atau pertumbuhan yang telah dilarang oleh islam.
Sedangkan menurut istilah yang dimaksud riba menurut
Al-Mali, yaitu :
عَقْدٌ وَقِعٌ عَلى عِوَضٍ مَخصُوصٍ
غيرَ معلومٍ التماثلِِ فِي محيارِ الشرع حالة العقد او مع تأخير في البد لين او
احدهما
“Akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui
penimbangannya menurut ukuran syara’ ketika berakad atau dengan mengakhirkan
tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya.”
Dalam syari’ah secara teknis, riba mengacu pada premi yang harus dibayar
oleh peminjam kepada pemberi pinjaman lain untukpenagguhan. Sejalan dengan hal
ini, riba mempunyai pengertian yang sama yaitu sebagai bunga, sesuai dengan
consensus seluruh para fuqaha (ahli hokum islam) tanpa terkecuali.
Menurut Abdurrahman al-Jaiziri mengatakan bahwa riba adalah akad yang
terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahi sama, atau tidak menurut
aturan syara’ atau terlambat salah satunya.
Sedangkan menurut Syaikh
Muhammad Abduh berpendapat bahwa yang dimaksud dengan riba adalah
penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada
orang yang meminjamhartanya (uangnya) karena pengunduran janji pembayaran leh
peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
Menurut Terminologi ulama
fiqih mendefinisikannya sebagaiberikut :
a.
Ulama Hanabilah
اَالزِيادةُ فِى اَشياءَ مَخصُوصٍ
Artinya: “Pertambahan sesuatu yang dikhususkan”
b.
Ulama Hanafiyah
فَصلُ مالٍ بِلاَ عَوضٍ فِى مُعاوضةِ مالٍ بمالٍ
Artinya: ”Tambahan pada harta pengganti dalam pertukaran harta dengan
harta”
2.
Macam-macam Riba
Menurut Ibn al-Jauziyahdalam kitab
I’Iam al-Muwaqi’in “an Rab al-‘Alamin riba dibagi menjadi 2 bagian yaitu riba
jali dan riba khafi. Riba jail sama dengan riba nasi’ah dan riba khafi
merupakan jalan yang menyampaikan kepada riba jail.[3]
Al-Qur’an menyatakan:
öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& w cqßJÎ=ôàs? wur cqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ
Maka hak
bagimu ialah sebanyak pokokmu yang semula kamu tak boleh menganiaya dan
dianiaya (Al-Baqarah : 279)
v
Riba Fadhl
Menurut ulama Hanafiyah riba fadhl adalah
زِيادةُ عينَ
مالٍ فى عقدِ بيعٍ علَى المعيارِ الشرعيّ عند اتحادِ الجِنسِ
Artinya: “Tambahan zat harta pada akad jual-beli yang diukur dan
sejenis.”
Dengan kata lain riba fadhl
adalah jual beliyang mengandung unsure riba pada barang sejenis dengan adanya
tambahan pada salah satu benda tersebut.
v
Riba Nasi’ah
Menurut ulama haHanafiyah riba nasi’ah adalah
فََضلُ الحلول علَى الاجَلِ وفضل العينَ
الدينِ فى المِكيَلينِ او المَوزونَينِ
عندَ اِختلافِ الجنسِ اوِ غيرِ المكيلين او الموزونينِ عندَ اتحادِ الجنسِ
Artinya:”Memberikan kelebihan terhadap pembayaran dari yang ditangguhkan,
memberikan kelebihan pada benda disbanding hutang pada benda yang ditakar atau
ditimbang yang berbeda jenis atau selain dengan yang ditakar dan ditimbang sama
jenisnya”
Riba Nasi’ah adalah riba yang
pembayarannya atau penukarannya berlipat gnda kaena waktunya diundurkan,
edangkan riba fadhl semat-mata berlebihan pembayarannya, baik sedikit maupun
banyak[4].
Riba Jali dan riba Khafi yang
dijelaskan oleh Ibn Qoyyim al-Jauziyah diatas juga dujelaskan pula bahwa
menurut beliau riba Jali adalah riba yang nyata bahaya dan mudaratnya,
sedangakan riba Nasi’ah dan riba Khafi adalah riba yang tersembunyi bahay dan
mudaratnya. Inilah yang disebut riba Fadli yang besar kemungkinan membawa pada
riba Nasi’ah.
Selanjutnya Ibn Qoyyim
menyatakan dilarang berpisah dalam perkara tukar menukar sebelum ada timbang
terima. Menurut Sulaiman Rasyid 2 orang yang bertukar barang atau jual beli
berpisah sebelum timbang terima disebut riba Yad.
Menurut Ibn Qoyyim perpisahan
2 orang yang melakukan jual beli sebelum serah terima mengakibatkan perbuatan
tersebut menjadi riba.
Riba Qardhi sama dengan riba
Fadli hanya riba Fadli kelebihannya terjadi ketika Qardli berkaitan dengan
waktu yang diundurkan
Menurut sebagian ulama riba
dibagi menjadi 4 macam, yaitu:
1)
Riba Fadli yaitu nilai tambah atau
kentungan yang didapat dari adanya transaksi jual beli barang yang sejenis
dengan kuantitas atau jumlah yang berbeda.
Contoh: saling tukar emas, gandum denan gandum, beras dengan beras yang
semua itu kualitasnya sama namun kuantitasnya berbeda.
2)
Riba Qardhi yaitu nilai tambah
atau keuntungan yang diambil oleh pemberi hutang kepada yang berhutang dari
transaksi pinjam meminjam.
Contohnya: menarik bunga tinggi dari pinjaman uang.:
3)
Riba Yad yaitu mengambil
keuntungan atau nilai lebih leh pelaku jual beli dimana keduanya berpisah dari
majlis jual beli sebelum larangan diserahterimakan.[5]
4)
Riba Nasa’ yaitu nilaitambah atau
keuntungan yang diambil oleh pemberi hutang kepada penghutang karena memperhitungkan
keterlambatan waktu bayar, sehingga dalam jual beli menetapkan harga dua macam
harga secara bayar kontan atau dengan kredit.
Juga menurut sebagian ulama dibagi 3 macam, yaitu:[6]
1)
Riba Fadli yaitu jual beli yang
disertai adanya tambahan salah satu pengganti (penukar) dari yang lainnya.
2)
Riba Nasa’ yaitu jual beli yang
pembayarannya diakhirkan tetapi ditambahkan harganya.
3)
Riba Yad yaitu jual beli dengan
mengakhirkan penyerahan (al-qabdu) yakni bercerai beraiantara dua orang yang
akad sebelum timbang terima.
Menurut Ibn Hajra al-Makki riba Nasi’ah merupakan riba termasyhur
dikalangan Jahiliyah.
Ibn Abbas, Usamah Ibn Jaid Arqam,
Jubair, Ibn Jabir dan lain0lain berpendapat bahwa riba yang diharamkan hanyalah
riba nasi’ah. Pendapat ini didasarkan pada hadist yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim bahwa Rasullah saw bersabda:
لاَ رِبَا الاّ فىِ النسِيْئَةِ
Artinya:” Tidak
ada riba kecuali pada riba Nasi’ah”
Tetapi lainnya menentang pendapat
tersebut dan memberikan dalil-dalil yang menetapkan riba Fadhl, sedangkan
tabi’i sepakat tentang haramnya kedua riba tersebut dan perbeda pendapat pun
hilang.
3.
Sebab-sebab Keharaman Riba
Sebab-sebab riba
diharamkan ada banyak. Riba diharamkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’.
Berikut ini rincian sebab-sebab tersebut:[7]
Ø
Al-Qur’an
¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$#
Artinya: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”(Al-Baqarah
275)
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$# $Zÿ»yèôÊr& Zpxÿyè»ÒB ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÌÉÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan harta riba
secara berlipatganda dan takutlah Allah mudah-mudahan kamu menang (Ali-Imron
130)
ãNÏdÉ÷{r&ur (#4qt/Ìh9$# ôs%ur (#qåkçX çm÷Ztã
Artinya: “Dan disebsbkan mereka memakan riba. Kami haramkan kepada mereka
untuk mengambil, maemakan dan memaafkan barang riba” (An-Nisa’ 161)
ß,ysôJt ª!$# (#4qt/Ìh9$# Î/öãur ÏM»s%y¢Á9$# 3 ª!$#ur w =Åsã ¨@ä. A$¤ÿx. ?LìÏOr& ÇËÐÏÈ
Artinya: “Allah mengahpuskan berkah harta riba dan menyuburkan harta
shadaqoh (Al-Baqaroh 276)
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& w cqßJÎ=ôàs? wur cqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman , bertaqwalah kepada Allah dan
tinggalkanlah sisa riba( yang belum dipungut )jika kamu orang-orang
beriman.Jika kamu tidak mengerjakan ( meninggalkan sisa riba ) maka ketahuilah
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat ( dari
pengambilan riba ) maka bagimu pokok hartamu kamu tidak menganiaya dan tidak
pula dianiaya.” (Al-Baqaroh 278-279 )
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷zÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# xsù (#qç/öt yYÏã «!$# (
Artinya: “Dan sesuatu riba ( tambahan) yang kamu berikan agar dia
menambah pada harta manusia, maka riba tidak akan menambah disis Allah” (Al-Rum
39 )
Ø
As-Sunnah
حديث بن
ابى هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه
وسلم قال اجتنبوا السبع موبقات. قالوا : يا رسول الله وما هنّ ؟ قال : الشرك بالله
وسحر وقتل النفس التي حرالله الاّ بالجق واكل الربا و اكل مال اليتيم والتولّ يوم
الزحف وقذ ف المخصنات المؤمنات الغافلات. (رواه البخاري)
Artinya: “Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi saw
bersabda,”Tinggalkanlah tujuh dosa yang dapat membinasakan.”Sahabat
bertanya,”Apakah itu, ya Rasullah?’ Jawab Nabi, (1) Syirik (mempersekutukan
Allah),(2) Berbuat sihir (tenung),(3) Membunuh jiwa yang diharamkan
Allahkecuali yang hak (4) Makan harta riba (5) Makan harta anak yatim (6)
Melarikan diridari perang jihad pada saat berjuang (7) Menuduh wannita mukminat
yang sopan (berkeluarga) dengan tuduhan zina” (HR. Bukhari )
روي عن ابن مسعود رضي
الله عنه قال : لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم اكل الربا وموكله وشاهده وكاتبه
(رواه ابوداود وغيره)
Artinya: “Diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud r.a. bahwa Rasullahsaw telah
melaknat pemakan riba yang mewakilinya, sansiny, dan penulisnya”(HR. Dawud dan
lain-lain )
درهم
ربايأ كله الرجل وهو يعلم اشد ستّ ثلاثين زينة (رواه احمد)
Artinya: “Satu dirham uang yang dimakan seseorang sedangkan orang
tersebut mengetahuinya, dosa perbuatan tersebut lebih berat daripada dosa enam
puluh kali zina” (Riwayat Ahmad)
الرّبا اثنان و ستّون بابا ارناها الذي يقع على
امه (رواه ابن جارير)
Artinya: “Riba memiliki enam puluh pintu dosa yang paling ringan dari
riba ialah seperti dosa yang berzina dengan ibunya” (HR. Ibn Jarir)
اذا علموا ذلك ملعون على لسان محمد صلى
الله عليه وسلم يوم القيامة (رواه النسائي)
Artinya: “Rasullah saw melaknat pemakan riba dua saksinya dua penulisnya
jika mereka tau yang demekian , mereka dilaknat lida Muhammad saw pada hari
kiamat” (HR. Nasai)[8]
اَلذّهبُ بالذّهبِ وزْناً بوزن مثلاً
بمثلٍ والفصة بالفصة وزنا بوزن مثلاً بمثلٍ (رواه احمد)
Artinya: “Mas dengan mas sama berat, sebanding dengan perak, sama berat
dan sabanding” (HR. Ahmad)
الطعام بالطعام مثلا بمثل (رواه احمد)
Artinya: “Mkanan dengan makanan yang sebanding” (HR. Ahmad)
انّ ابن عبّاس قال : ما كان الربا فيها
وهات (رواه احمد)
Ibnu Abbas berkata: “tak ada riba sesuatu yang dibayar tunai” (HR.Ahmad)
قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم انّما الربا فى النسيئة (رواه البخار)
Artinya: “Tak riba kecuali pinjaman (nasi’ah)” (HR.Al-Bukhari)
Ø
Ijma’
Seluruh ulama sepakat bahwa riba diharamkan dalam islam
Karena riba menghendaki
pengambilan harta orang lain dengan tidak ada imbangannya, seperti seseorang
menukarkan uang kertas 10.000 dengan uang recehan senilai 9.950 maka uang yang
senilai 50 tidak ada imbangannya , maka uang senilai 50 adalah riba.[9]
Dengan melakukan riba orang
tersebut menjadi malas berusaha yang sah menurut syara’. Jika riba sudah
mendarah daging pada seseorang maka orang tersebut lebih suka berternak uang
karena ternak uang akan mendapatkan keuntungan yanglebih besar daripada dagang
dan dikerjakan tidak dengan susah payah. Seperti orang yang memiliki uang
1.000.000.000 cukup disimpan di bank dan ia memperoleh bunga sebesar 2% tiap
bulan, maka orang tersebut memperoleh uang tanpa kerja keras setiap bulan dari
bank tempat uang disimpan sebssar 20.000.000
Riba menyebabkan putusnya
perbuatan baik terhadap sesame manusia dengan cara utang piutang atau
menghilangkan faedah utanga piutang sehingga riba lebih cenderung memeras orang
miskin daripada menolong orang miskin.
4.Dampak- Dampak dari Riba
Jika seseorang
menjual benda yang mungkin mendatangkan riba menurut jenisnya seperti seseorang
menjual salah satu dari 2 macam mata uang, yaitu mas dan perak dengan yang
sejenis atau bahan makanan seperti beras, gabah dengan gabah dan yang lainnya,
maka disyaratkan:[10]
1)
Sama nilainya
2)
Sama ukurannya menurut syara baik
timbangannya, takaran-takarannya maupun ukurannya
3)
Sama-sama tunai (taqabuth) di
majelis akad
Dampak perbedaan pendapat ulama menyebabkan adanya beberapa perbedaan
lainnya, yaitu:
1)
Berkaitan dengan riba Fadhl
Ulama Hanafiyah membolehkan adanya tambahan pada makanan yang tidak
ditimbang sebab tidak ada ilat riba, yaitu timbangan . Menurut ulama Syfi’iyah
halitu tidak boleh sebab meskipun tidak ditimbang, tetap termasuk jenis
makanan.
Sesuatu yang tidak termasuk makanan, tetapi ditimbang atau diukur,
menurut ulama Hanafiyah tidak boleh adanya tambahan sedangkan menurut ulama
Syafi’iyah dibolehkan sebab bukan termasuk makanan.
2)
Berkaitan dengan jenis
Para ulama berbeda pendapat tentang jual
beli yang berkaitan dengan jenis, yaitu:
a)
Jual beli tepung dengan sejenisnya
Tentang jual beli dan sejenisnya seperti tepung gandum dengan gandum,
ulama Hanafiyah dan Hanabilah membolehkannay, sedngkan ulama Malikiyah dan
Syafi’iyah melarangnya.
b)
Jual beli dengan hewan
Imam Abu Hanafiah dan Abu Yusuf membolehkan jual beli daging yang dapat
dimakan dengan hewan sejenisnya sebab sama dengan menjual sesuatu yang
ditimbang dengan sesuatu yang tidak ditimbang.
Ulama Malikiyah, Hanabilah, dan Syafi’yah melarangnya seperti menjual
daging kambing dengan kambing, seba Rasullah saw. Sebagaimana dalam hadist yang
diriwayatkan Balhaqi melarang jual beli sesuatu yang masih hidup dengan sesuatu
yang sedang mati.
Dampak Riba pada Ekonomi
Kini riba yang dipinjamkan merupakan ases pengembangan harta pada
perusahaan-perusahaan. Berarti memusatkan harta pada penguasaan para hartawan,
padahal mereka hanya merupakan sebagiab kecil dari seluruh anggota masyarakat,
daya beli mereka pada hasil-hasil produksi juga kecil. Pada waktu yang
bersamaan, pendapatan kaum buruh yang berupa upah atauyang lainnya juga kecil.
Maka, daya beli masyarakat kecil pula.
Hal ini
merupakan masalah penting dalam ekonomi yaitu siklus-siklus ekonomi. Siklus
ekonomi yang berulang terjadi disebut krisis ekonomi. Pra ahli ekonomi
mengatakan bahwa penyebab utama krisis ekonomi adalah bunga yang dibayar sat
pinjaman modal atau biasa disebut dengan riba.[11]
Riba dapat menimbulkan over produksi. Riba membuat daya beli sebagian
besar masyarakat lemah sehingga persediaan jasa dan barang semakin tetimbun,
akibatnya perusahaan macet karena produkisinya tidak laku dan akhirnya
perusahaan mengurangi tenaga kerja untuk menghindari kerugian yang lebih besar,
dan mengakibatkan adanya sekian jumlah pengangguran..
:Dampak adanya riba ditengah –tengah masyrakat tidak saja berpengaruh
dalam kehidupan ekonomi, tetapi dalam kehidupan manusia juga, yaitu:
1.
Riba dapat menimbulkan permusuhan
antara pribadi dan mengurangi semangat kerja sama atau saling menolong sesame manusia.Denagn
mengenakantambahan kepad peminjam akan menimulkan perasan bahwa peminjam tidak
tau kesulitan dan tidak mau kesulitn orang lain.
2.
Menimbulkan tumbuhnya mental
pemboros dan pemalas. Dengan membungakan uang, kreditur bisa mendapatkan
tambahan penghasilan dan waktu ke waktu. Keadaan ini menimmbulkan anggaran
bahwa dalam janka waktu yang tidak terbatas ia mendapatkan tambahan pendapatan
rutin, sehingga menurunkan dinamisasi, inovasi dan kreativitas dalam bekerja.
3.
Riba merupakan salah satu bentuk
penjajahan. Kreditur yang meminjamkan modal dengan menuntut pembayaran lebih
kepada peminjam dengn nilai yang telah disepakati bersama, menjadikan kreditur
mempunyai legitimasi untuk melakukan tindakan-tindakan yag tidak baik untuk
menuntut kesepakatan tersebut. Karena kesepakatan kreditur telah
memperhitungkan keuntungan yang diperoleh dari kelebihan yang akan diperoleh,
dan itu sebenarnya berupa pengharapan dan belum terwujud.
4.
Yang kaya semakin kaya dan yang
miskin semakin miskin. Bagi orang yang memiliki pendapatan lebih akan banyak
mempunyai kesempatan untuk menaikkan pendapatannya dengan membungakan pinjaman
pada orang lain. Sedangkan bagi yang mempunyai pendapatan kecil tidak hnya
kesulitan dalam membayar cicilan utang tetapi harus memikirkan bunga yang akan
dibayarkan.
5.
Tingkat bunga tinggi menurunkan
minat untuk berinvestasi. Investor akan memperhitungkan besarnya harga pinjaman
atau bunga bank. Investor tidak mau menanggung biaya produksi yang tinggiyang
diakibatkan biaya bunga dengan mengurangi produksinya. Bila hal ini terjadi
maka akan mengurangi kesempatan kerja dan pendapatan sehingga akan menghambat
pertumbuhan ekonomi.[12]
5. Pandangan
Islam Tentang Pratik Riba
Dalam muktamar ulama islam yang diselenggarakan pada bulan Muharram 1258
H (Mei 1965) di Aula Majma’ul Buhuts Al Islamiyah di Al Azhar Asy Syarif dan
dihadiri oleh pakar hokum, ekonomi, social dari berbagai Negara.
Keputusan menyangkut Riba yatu:
1.
Keuntungan dari berbagai pinjaman
adalah riba yang diharamkannya. Dalam hal ini tidak ada bedanya antara apa yang
dinamakan pinjaman produksi karena nash Al-Qur’an dan Sunnah skeseluruhan telah
menetapkan haramnya keuntungan dari kedua jenis pinjaman tersebut.
2.
Pemberian pinjaman dengan riba
hukumnya haram dan tidak bisa dibenarkan karena hajat atau keterpaksaan
seseorang. Penerimaan pinjaman dengan riba hukumnya juga haram dan tidak bisa
terangkat dosanya, kecuali bila ia didorong oleh keterpaksaan dan setiap orang
diserahkan kepada keimanannya dalam manilai keterpaksaannya itu.
3.
Pratik bank berupa rekening
berjalan, tukar menukar cek, kart kredit, cambiale dalam negri semuanya
tergolong yang dibenarkan. Pungutan apapun sebagai jasa atas pekerjaannya tidak
termasuk riba.
4.
Semua rekening berjalan dan surat kredit dengan
keuntungan dan berbagai bentuk rupa pinjaman dengan imbalan keuntungan ( bunga)
merupakan pratik riba.[13]
BAB
III
KESIMPULAN
dan PENUTUP
A.Kesimpulan
Alasan pokok mengapa Al-Qur’an menyampaikan penilaian
keras terhadap bunga yaitu bahwa islam ingin menegakkan suatu keadilan dan
membatasi eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah pelarangan semua bentuk
upaya “memperkaya diri” secara tidak sah.
Sejalan dengan hal ini riba mempunyai pengertian yang
sama yaitu sebagai bunga. Didalam syari’ah riba digunakan untuk dua pengertian
yaitu riba nasi’ah dan riba fadhl.Dan menurut sebagian ulama riba dibagi
menjadi 4 macam yaitu fadli, qardhi, yad, nasa’. Juga menurut sebagian ulama
yang lain dibagi menjadi 3 macam yaitu fadli, nasa’ dan yad kaena riba qardhi
dikategorikan pada riba nasa’.
Dalam pelarangan riba sudah dijelaskan dalam
Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma. Selain itu riba juga mempunyai beberapa dampak
yang merugikan masyarakat, misalnya dampak pada ekonomi maka dari itu kita
harus menghindari yang namanya riba karena bisa menyesatkan bagi diri kita
sendiri dan orang lain.
B. PENUTUP
Demikian makalah ini
yang dapat penulis sajikan. Semoga pembahasan yang ada dapat bermanfaat serta
menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca. Apabila dalam penulisan
makalah ini terdapat kesalahn dan kekurangan, penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Saran dan kritik senantiasa penulis harapkan guna perbaikan
makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Saeed,Menyoal Bank Syari’ah, Para Madina, Yogya
Rohmat Syafei, Fiqih Muamalah,Pustaka Setia, Bandung
M.Umar Chapra, Al-Qur’an Menuju Sistem Moneter yang
Adiledisi leset,Dana Bhakti Prima Yasa, Yogya
Abd. Rochim,Fiqih,CV GANI & SDN, 2004
Abdul Ghafur Anshari, Gadai Syari’ah di Indinesia,
Gajah Mada University,
Press, 2006
Sulaiman Rasyid, dalam Fiqh Islam, Attahiriyah,
Jakarta, 1976
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi,
EKONISIA, Yogya, 2003
[1] M.Umar Chapra, Al-Qur’an Menuju
Sistem Moneter yang Adiledisi leset,Dana Bhakti Prima Yasa, Yogya hal 27
[2] Rohmat Syafei, Fiqih Muamalah,Pustaka
Setia, Bandung
hal 57
[4] Rohmat Syafei, Fiqih Muamalah,Pustaka
Setia, Bandung
hal 62
[5] Abd. Rochim,Fiqih,CV GANI
& SDN, 2004 hal 108
[6] Sulaiman Rasyid, dalam Fiqh
Islam, Attahiriyah, Jakarta,
1976 hal 279
[7] Rohmat
Syafei, Fiqih Muamalah,Pustaka Setia, Bandung hal 58-59
[8] Ibid hal
60
[9] Ibid hal
61
[10] Ibid
hal 63
[11] Ibid
hal 65
[12] Heri
Sudarsono, Bank dan Lembaga Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi, EKONISIA,
Yogya, 2003 hal 21-22
[13] Abdul Ghafur Anshari, Gadai
Syari’ah di Indinesia, Gajah
Mada University,
Press, 2006 hal 74-75
Tidak ada komentar:
Posting Komentar